Transformasi digital dalam birokrasi bukan lagi wacana masa depan, melainkan realitas untuk berdaptasi. Dalam perubahan yang cepat dan disruptif, posisi pejabat pengawas mengalami redefinisi peran. Tugas yang dulunya sekadar memastikan ketaatan administratif, kini berkembang menjadi pengawasan strategis yang berbasis data, sistem digital, dan ekspektasi publik yang terus meningkat.
Tantangan yang dihadapi tidak kecil. Untuk menjawab kebutuhan zaman, pejabat pengawas harus memiliki kompetensi baru yang melampaui sekadar pemahaman prosedural. Tulisan ini mengelaborasi enam tantangan utama yang dihadapi pejabat pengawas di era digital, serta implikasi kebijakan yang dapat dijadikan dasar reformasi kompetensi ASN.
Pertama, Literasi dan Adaptasi Teknologi: Bukan Lagi Pilihan, Era digital menuntut pejabat pengawas untuk menguasai berbagai aspek teknologi, mulai dari penggunaan sistem informasi pemerintahan, pengelolaan data digital, hingga penguasaan aplikasi kerja berbasis daring. Literasi digital bukan hanya soal teknis, tetapi juga menyangkut pola pikir baru.
Kemampuan beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan sistem, serta keterampilan dalam mengolah dan menganalisis data, menjadi kompetensi wajib. Tanpa penguasaan ini, pengawasan akan tertinggal dan rentan salah arah dalam merespons dinamika.
Kedua, Keamanan Data dan Etika Digital: Pilar Pengawasan Modern. Dengan semakin banyaknya data yang dikelola secara elektronik, ancaman siber juga meningkat. Keamanan data bukan sekadar urusan teknis, melainkan menyangkut etika jabatan dan tanggung jawab publik.
Pejabat pengawas dituntut untuk memahami, diantaranya Praktik keamanan digital yang memadai, Kepatuhan terhadap regulasi perlindungan data pribadi, dan Prinsip responsible innovation, yaitu menciptakan dan memanfaatkan teknologi tanpa menambah risiko baru bagi organisasi. Ketidaksiapan menghadapi ancaman ini dapat mengancam integritas sistem pengawasan dan kepercayaan publik terhadap birokrasi.
Ketiga, Transformasi Budaya Kerja: Dari Manual ke Digital. Transformasi digital sejatinya tidak akan efektif jika hanya berfokus pada alat dan sistem, tetapi gagal mengubah budaya kerja birokrasi. Pejabat pengawas harus berani meninggalkan cara-cara lama yang bersifat reaktif dan administratif menuju pendekatan yang proaktif, kolaboratif, dan berbasis analitik.
Namun kenyataannya, resistensi terhadap perubahan masih menjadi tantangan laten. Banyak pejabat yang ragu mencoba hal baru, atau bahkan merasa terancam oleh digitalisasi. Dibutuhkan kepemimpinan digital yang kuat untuk mendorong perubahan ini, sekaligus menciptakan ruang aman bagi inovasi dan eksperimen.
Keempat, Kesenjangan Regulasi dan Dinamika Kebijakan. Kemajuan teknologi yang sangat cepat seringkali tidak diimbangi dengan regulasi yang adaptif. Kesenjangan ini menimbulkan ambiguitas dalam pelaksanaan tugas pengawasan. Banyak pengawas yang berada dalam posisi dilematik ketika menghadapi situasi yang belum memiliki payung hukum yang jelas.
Maka, perlu dilakukan pembaruan regulasi yang responsif terhadap perkembangan teknologi, mendukung tata kelola pengawasan yang lebih terbuka dan berbasis digital dan memberikan kepastian hukum dan keleluasaan profesional kepada pejabat pengawas.
Kelima, Kolaborasi dan Sinergi Lintas Sektor. Era digital memerlukan kerja lintas disiplin dan lembaga. Pejabat pengawas harus membangun jejaring dengan Lembaga pengawas lain seperti Inspektorat, aparat penegak hukum dan praktisi IT, dan Komunitas pembelajaran sesama pejabat pengawas yang memungkinkan berbagi praktik baik. Sayangnya, budaya kerja birokrasi terkotak-kotak masih sering menjadi penghambat. Oleh karena itu, perlu mekanisme kelembagaan yang mendorong kolaborasi dan kerja lintas batas struktural.
Keenam, Peningkatan Kapasitas SDM sebagi Kunci Keberlanjutan Reformasi. Tidak ada digitalisasi tanpa investasi pada sumber daya manusia. Kompetensi pejabat pengawas tidak bisa dibentuk hanya dengan pelatihan sekali jadi. Diperlukan pendekatan sistemik yang mencakup pelatihan yang berkelanjutan dan relevan, sistem pendukung pasca-pelatihan untuk implementasi lapangan, dan skema karier yang mendorong peningkatan kompetensi digital sebagai bagian dari merit sistem. Motivasi ASN akan tumbuh jika pelatihan dikaitkan langsung dengan peluang pengembangan karier, dan pengakuan atas inovasi kerja.
Akhirnya Membangun Ekosistem Kompetensi Digital ASN merupkan perubahan peran pejabat pengawas di era digital menuntut respons kebijakan yang progresif dan terstruktur. Tidak cukup dengan pendekatan administratif, tetapi harus menyentuh dimensi strategis: regulasi, SDM, kolaborasi, dan budaya kerja.
Oleh karena itu, Pemerintahan perlu secara kolektif menyusun peta jalan kompetensi pejabat pengawas berbasis digital, mengintegrasikan program pelatihan dengan sistem manajemen kinerja, mendorong budaya organisasi yang terbuka pada perubahan dan inovasi.
Pejabat pengawas bukan hanya pelaksana teknis, melainkan garda depan dalam menjaga integritas birokrasi di tengah pusaran disrupsi teknologi. Menyiapkan mereka secara serius berarti memperkuat pilar pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan adaptif. ***